Minggu, 12 Desember 2010

GAYA BAHASA

A. Pengertian Gaya Bahasa

Gaya bahasa menurut Kridalaksana (2001) adalah ”Pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, atau pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu dan keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.” Dari sini dapat dipahami bahwa gaya bahasa adalah ciri khusus yang dilakukan oleh seorang penutur atau penulis dalam memilih kata-kata yang akan diungkapkannya atau di dalam menyempaikan maksud-maksudnya.
Gaya bahasa biasa juga disebut juga dengan istilah majas, misalnya pada Soedjita (1986). Gaya bahasa dipandang sebagai bagian dari gaya bahasa dalam retorika dikenal dengan istilah style. Secara umum gaya bahasa dapat diartikan sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau penutur (Keraf, 1990) atau cara penggunaan bahasa oleh penutur untuk menyampaikan gagasan dan memperoleh efek-efek tertentu. Dengan gaya bahasa, penutur bermaksud menjadikan paparan bahasanya (1) menarik, (2) kaya (padat), (3) jelas, (4) lebih mampu menyampaikan gagasan yang ingin disampaikan, (5) menciptakan suasana tertentu, dan (6) menampailkan efek keindahan (Asrori, 1998).
Dalam kaitan itulah pembicaraan tentang gaya bahasa dipandang sebagai pembicaraan tentang keindahan pemakaian bahasa. Keindahan bahasa tersebut bukan berarti pemborosan kata yang tidak berguna, melainkan keindahan yang tetap memperhatikan prinsip kederhanaan dan efektivitas. Ahmadi (1991) mengemukakan bahwa keindahan bahasa adalah keseimbangan proporsional, harmonisasi, dan menyatu.
Menurut Keraf (1990) gaya bahasa dapat dikelompokkan menurut berbagai segi, antara lain berdasarkan struktur kalimat dan berdasarkan langsung tidaknya makna. Dua kategori gaya bahasa tersebut termasuk figurasi gagasan (figurasi of thought) dan bentuk retorikal (rhetorical figures). Figurasi gagasan yaitu penggunaan kata atau kelompok kata dengan acuan yang berbeda atau menyimpang dari acuannya yang sudah lazim melalui perbandingan atau pertautan. Sedangkang bentuk retorika adalah wujud penggunaan kata atau kelompok kata yang berkaitan dengan cara pengurutan dan pertalian satuan hubungan kata atau kelompok kata yang tidak berimplikasi pada pergeseran atau penyimpangan maknanya, misalnya paralelisme, repetisi, dan klimaks.
Gaya bahasa pada umumnya dipandang sebagai alat untuk manampilkan gagasan secara menarik dan indah. Hal itu bukan berarti bahwa penggunaan gaya bahasa dalam wacana merupakan pemborosan. Penggunaan gaya bahasa, selain untuk menimbulkan efek estetik juga adalah untuk menjadikan gagasan yang dikemukakan lebih jelas diterima pendengar dan pembaca. Dalam hal ini Ahmadi (1990) mengemukakan bahwa keindahan bahasa adalah tetap memperhatikan keseimbangan, proporsional, keharmonisan, kesatuan, dan efektifitas.
Penggunaan gaya bahasa dalam wacana tidak dapat dilepaskan dari fungsi bahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan. Maksudnya gaya bahasa sebagai salah satu unsur bahasa yang digunakan juga merupakan alat untuk menyampaikan gagasan.
Dalam berbahasa, kadang-kadang penggunaan bahasa secara lugas tidak dapat menjelaskan gagasan yang ingin disampaikan, lebih-lebih jika gagasan tersebut bersifat abstrak dan berada di luar pengalaman manusia. Dalam kaitan ini, Wahab (1991) mengemukakan bahwa gaya bahasa digunakan dalam wacana karena mempunyai kekuatan untuk menyatakan (1) pikiran yang berada jauh di luar pengalaman manusia, (2) konsep-konsep yang abstrak dengan sesuatu yang konkrit, (3) gejala yang belum dikenal dengan menggunakan simbol-simbol yang sudah dikenal, dan (4) pikiran yang tidak dapat dirasakan dengan istilah yang dapat dirasakan.
Selain keempat alasan tersebut, Khasairi (1993) mengidentifikasi adanya tiga alasan lain penggunaan gaya bahasa dalam wacana. Jika ditambahkan pada apa yang dikemukakan Wahab terdahulu, ketiga alasan tersebut adalah (5) mengungkapkan pikiran yang tidak disenangi dalam bentuk yang disenangi, (6) mengungkapkan hal-hal yang memerlukan bukti-bukti, dan (7) mempersingkat informasi yang akan disampaikan.

B. Kategori Gaya Bahasa

Secara garis besar, gaya bahasa dapat dibedakan atas empat kelompok yaitu :
1. Gaya bahasa perbandingan
2. Gaya bahasa sindiran
3. Gaya bahasa penegas
4. Gaya bahasa pertentangan

1. Gaya Bahasa Perbandingan

a. Gaya Metafora yaitu perbandingan secara langsung sebuah benda yang
satu dengan yang lain karena mempunyai kesamaan sifat, keadaan, atau perbuatan.
Contoh : Raja siang malu menampakkan sinarnya.
Penjarakan saja sampah masyarakat itu !
Lautan manusia telah membanjiri stadion.

b. Gaya Personifikasi yaitu perbandingan dengan cara menghidupkan atau menganggap benda mati, tumbuh-tumbuhan, binatang seperti manusia.
Contoh : Wahai angin, sampaikan salamku kepadanya.
Daun nyiur melambai-lambai ditiup angina.
Matahari rupanya ogah menampakkan sinarnya.


c. Gaya hiperbola yaitu perbandingan yang berlebih-lebihan dengan menggunakan kata-kata yang mengandung arti atau rasa lebih hebat dari keadaan yang semestinya.
Contoh : Pada akhir-akhir ini harga barang makin melangit.
Perang saudara antara Iran dan Irak benar-benar mengakibatkan banjir darah.
Perkataanmu cukup membengkakkan telinga.

d. Gaya asosiasi yaitu perbandingan terhadap sesuatu benda yang sudah disebutkan, sehingga akan dapat meimbulkan asosiasi atau tanggapan atau tanggapan dengan benda yang diperbandingan.
Contoh : Kemauannya keras bagai baja.
Kalau diskusi jangan membisu seperti patung.
Matanya memerah bagai api.

e. Gaya litotes yaitu penyebutan sesuatu dengan mengurangi kenyataan yang sebenarnya dengan maksud merendahkan diri.
Contoh : Silahkan mampir di gubug kami, (padahal rumahnya seperti istana)
Maaf, saya tidak dapat menyiapkan apa-apa bagimu. (padahal yang disediakan sangat banyak)
Saya hanya tahu sedikit-sedikit tentang memasak. (padahal ia ahli memasak)

f. Gaya Eufemisme yaitu penghalusan rasa bahasa yang dirasa kasar, tak sopan, dan tak sedap didengar dengan kata-kata yang dianggapnya sopan enak didengar, dan tidak menyinggung perasaan.
Contoh : Pak, bolehkah saya ke belakang ? (ke toilet)
Pada akhir-akhir ini ia telah berubah akal. (gila)
Apakah bapak telah dipanggil ke meja hijau? (pengadilan)

g. Gaya Alegori yaitu pemakaian beerapa kiasan secara utuh dan berurutan dalam sebuah lukisan pendek.
Contoh : Bunga kuncup belum lagi mekar, bagai melanda kembang berguguran. (penggambaran anak remaja yang ditimpa kemalangan)
Waspadalah terhadap ombak besar dan batu karan, sebab kalau Anda tidak tahan dengan ombak dan tidak waspada terhadap batu karang, pasti tidak akan mencapai pulau. (nasihat yang dilontarkan kepada kedua mempelai yang akan menjalani hidup barunya)

h. Gaya Metonimia yaitu penggantian benda yang dimaksud dengan menyebutkan nama atau predikat atau sifat yang biasa terdapat pada benda itu.
Contoh : Si Cebol sudah tiga hari tidak ada di rumah. (padahal namanya bukan si cebol)
Tolong, belikan gudang garam, Nak! (yang dimaksud rokok bermerk gudang garam)
Kemarin, yamahanya hilang. (yang dimaksud motornya)

i. Gaya Sinekdose
Gaya bahasa ini dibedakan atas dua jenis yaitu :
1. Sinekdose parsprototo yaitu penyebutan sebagian, sedangkan yang dimaksudkan keseluruhan.
Contoh : Saya sudah lama tidak bertemu batang hidungnya.
(yang dimaksud seluruh tubuhnya)
Berapa jiwa penghuni rumah ini ? (yang dimaksud seluruh tubuhnya)
Tiap kepala diwajibkan membayar Rp5.000,00. (yang dimaksud seluruh tubuhnya)

2. Sinekdose totem proparto yaitu penyebutan keseluruhan sedangkan yang dimakduskan sebagian.
Contoh : Unismuh Makassar menang malawang Unismuh Malang dalam pertandingan bulu tangkis kemarin.
Makassar sedang menggalakkan program pemberantakan buta huruf.

j. Gaya simbolik yaitu pelukisan sesuatu dengan benda lain sebagai simbol, karena antara keduanya ada kesamaan sifat, keadaan dan perbuatan.
Contoh : Lintah daratlah yang merusak perekonomian desa.
Jangan berdekatan dengan bunglon itu.
Raihlah bintang di langit.


2. Gaya Bahasa Sindiran
a. Gaya Ironi yaitu pembalikan maksud atas sesuatu yang diucapkan dengan maksud menyidir.
Contoh : Sedap sekali masakanmu. (padahal sebenarnya masakannya tidak enak)
Oh, perangaimu bagus benar, ya! (padahal yang bersangkutan nakal)
Ah tidak apa-apa, belum malam, kok! (padahal sudah jam 24.00)

b. Gaya Sinisme yaitu sindiran yang lebih kasar daripada ironi dengan melebih-lebihkan perasaan yang ada pada dirinya.
Contoh : Jijik aku melihat mukamu.
Harum benar badanmu, ya ? (padahal sebenarnya baunya tidak enak)

c. Gaya sarkasme yaitu sindiran atau ejekan yang terkasar bila dibandingkan dengan gaya ironi dan sinisme. Kata-kata yang diucapkan terlihat kasar dan tidak sopan. Gaya bahasa ini biasanya diucapkan oleh orang yang sedang marah.
Contoh : Monyet, pergilah dari sini sebelum saya bubur badanmu !
Hanya setan yang tidak mau diajak damai.
Muak aku melihat ocehanmu.





3. Gaya Bahasa Penegas

a. Gaya pleonasme yaitu penggunaan kata yang berlebihan untuk menerangkan atau menjelaskan suatu kata yang sebenarnya sudah cukup jelas.
Contoh : Mereka mundur ke belakang .
Saya melihat dengan mata kepala sendiri.
Kalau kamu naik ke atas, saya tidak mau mengajakmu.

b. Gaya Repetisi yaitu pengulangan kata yang sudah disebut dengan kata-kata yang sama maknanya dengan maksud memberikan tekanan atau mengeraskan arti.
Contoh : Bukan cemburu, buka iri hati, dan bukan dengki, tetapi aku ingin melihatmu.
Selama darahku mengalir, selama jantungku masih berdenyut, aku tetap bersamu.

c. Gaya paralelisme yaitu pengulangan kalimat atau kata yang sama dengan maksud memberikan penegasan.
Contoh : Aku akan memperhatikan permintaanmu.
Aku akan memperhatikan kehendakmu.
Aku akan memperhatikan maksudmu.

Aku bekerja ini karena engkau.
Aku berusaha ini karena engkau.
Aku sampai begini karena engkau.
d. Gaya Klimaks yaitu pengurutan kata yang maksudnya makin meninggi, membesar, atau meluas.
Contoh : Mereka mengeluh, meratap, meraung minta belas kasihan.
Bukan hanya satu dua yang menderita akaibat olehmu, tetapi beratus bahkan beribu orang.

e. Gaya Antiklimaks yaitu pengurutan kata yang maksudnya makin menurun, mengecil, dan menyempit.
Contoh : Jangankan sepuluh ribu, lima ribu bahkan sepersen pun saya tidak punya.
Pada hari kemerdekaan semua gedung, rumah, gubug, mengibarkan bendera merah putih.



f. Gaya asindeton yaitu penyebutan urutan kata dengan menggunakan kata-kata sambung atau hubung.
Contoh : Kaya, enak, aman, muda, bahagia menjadi cita-cita setiap orang.
Garpu, sendok, piring, gelas telah tersedia di dapur.

g. Gayaa polisindeton yaitu penyebutan urutan kata dengan menggunakan kata-kata sambung atau hubung.

Contoh : Kakek dan neneknya, bapak dan ibunya, putra dan putrinya semuanya pergi ke makam monyangngnya.
Kerbau dan sapinya, kambing dan dombanya, ayam dan itiknya, serta betet dan gelatiknya tidak terhitung banyaknya.


h. Gaya retoris yaitu penggunaan kalimat tanya dengan maksud menyatakan kesangsian, keharuan, atau bersifat mengejek.
Contoh : Inilah yang namanya merdeka ?
Apakah engkau ingin melarat ?
Eh, kamu berani dengan saya, ya ?

3. Gaya Bahasa Pertentangan

a. Gaya Paradoks yaitu penggunaan kata yang berlawanan antara satu dengan yang lain, dengan maksud menghaluskan arti.
Contoh : Dia besar, tetapi kecil. (maksudnya : tubuhnya besar, tetapi pikiranya seperti anak kecil)
Ia pandai tetapi bodoh. (maksudnya: Ia pandai dalam bidang profesinya, tetapi bodoh dalam pengalaman)

b. Gaya Antitesis yaitu penyusunan kata yang berlawanan artinya.
Contoh : Suka dukanya, hidup matinya terserah padaku.
Tua muda, besar kecil, pria wanita, meratap kesakitan.
c. Gaya oksimoron yaitu menggunakan kata-kata yang bertentangan dalam frase yang sama.
Contoh : Bahasa merupakan alat pemersatu, tetapi dapat pula menjadi alat pemecah belah.


d. Gaya kontradiksio in terminis yaitu penyangkalan atau pengecualian atas sesuatu yang telah disebut.
Contoh : Semua siswa di kelas ini pandai kecuali Si Udin.
Kamar terasa hening, hanya terdengar jam weker saja.

Selasa, 12 Oktober 2010

METODE DISKUSI

METODE DISKUSI


Oleh : Andi Darmawati, M.Pd.


A. Pengertian Diskusi

Kata diskusi berasal dari bahasa latin “ discutio” atau “discucum” yang artimya sama dengan betukar pikiran. Dalam bahasa Inggeris dipergunakan kata “discussion” yang berarti perundingan atau pembicaraan.

Secara istilah diskusi berarti perundingan untuk bertukar pikiran tentang suatu masalah, yaitu ingin memahami suatu masalah , menemukan sebab, dan mencari jalan keluar atau pemecahannya. Dalam pelaksanaannya, diskusi dapat dilakukan oleh dua, tiga orang, namun dapat juga oleh puluhan, bahkan juga ratusan orang.

Pada hakikatnya diskusi merupakan suatu metode untuk memecahkan masalah-masalah dengan proses berpikir secara bersama, oleh karena itu diskusi merupakan kegiatan kerja sama atau aktivitas yang mengandung langkah-langkah dasar tertentu dan harus dipatuhi oleh seluruh kelompok.

Dalam diskusi selalu diwarnai tanya jawab antar peserta. Hal ini memberi kesempatam seluas-luasnya lepada peserta untuk menyampaikan pendapat, menambahkan contoh dan keterangan, menolak suatu gagasan, memberi saran dan tanggapan, dan partisipasi aktif lainnya. Di pihak lain peserta juga dapat memperoleh informasi lengkap dan terperinci mengenai masalah yang didiskusikan, dengan demikian kesimpulan sebuah diskusi merupalan hasil pemikiran bersama.


B. Susunan Diskusi

Dalam diskusi biasanya diadakan pengaturan susunan organisasi seperti di bawah ini:

1. Ketua Diskusi
Segala jenis diskusi hendaknya mempunyai seorang ketua (moderator) agar acara diskusi bisa terarah dan terkontrol. Sebaiknya seorang ketua harus didampingi oleh seorang penulis (notulen), supaya hasil diskusi tercatat secara sistematis.
Ketua diskusi atau pemimpin diskusi bukan seorang pemimpin seperti kita lihat sehari-hari, ia bukan komandan, bukan seorang guru/dosen dan bukan seorang penceramah. Ia bertindak sebagai penuntun dan pengatur arah pembicaraan dalam diskusi. Ia harus memberikan arah yang jelas dan selalu mendorong peserta diskusi agar selalu bergerak maju, manakala ada kemacetan dalam diskusi. Demikian pula bila pembicaraan menyimpang dari garis yang telah ditentukan, ketua harus mampu mengembalikan ke arah tujuan.
Oleh karena itu, agar dapat menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya, seorang ketua diskusi selain harus menghargai setiap pendapat yang dikemukakan. Ketua diskusi harus sabar, jujur, ramah, dan tidak berat sebelah, sertya harus melakukan hal-hal seperti di bawah ini :
a. Membuat persiapan yang matang.
b. Membuka dan menutup diskusi.
c. Mengumumkan tujuan, judul dan masalah dalam diskusi
d. Menjaga keteraturan diskusi.
e. Memberi kesempatan kepada setiap orang yang ingin mengemukakan pendapat, saran, kritik dalam diskusi.
f. Mengarahkan diskusi agar tetap bersemangat.
g. Membuat catatan-catatan mengenai hal-hal yang penting selama diskusi terus berlangsung.
h. Pada akhir diskusi, hendaknya membacakan hasil atau kesimpulan diskusi.
2. Penyaji/Pemateri

Penyaji / pemateri adalah orang yang akan menyajikan materi atau bahan yang akan dibahas dalam diskusi. Penyaji hendaknya mempersiapkan materi yang akan disajikannya, biasanya penyaji membuat makalah atau naskah sebelum diskusi diadakan untuk dapat dibagikan kepada peserta diskusi.
Setelah menyajikan materinya, penyaji mengadakan tanya jawab dengan peserta diskusi. Penyaji menjawab pertanyaan, saran, kritik peserta diskusi melalui ketua diskusi.


3. Peserta Diskusi

Kehadiran dan partisipasi aktif setiap peserta sangat penting, karena pesertalah yang akan menyumbangkan pikiran dalam suatu diskusi. Pendapat-pendapat akan terjalin satu dengan yang lainnya sehingga menghasilkan kesimpulan yang bulat.
Dalam suatu diskusi kita sering, dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa setiap peserta pasti akan menampakkan penampilan yang berbeda-beda. Keaktifan mereka dalam menyumbangkan gagasan juga berbeda-beda. Demikian pula sifat, sikap, dan minat mereka. Berdasarkan pengamatan dari pihak ketua diskusi, ragam peserta diskusi itu dapat dijelaskan seperti di bawah ini.
a. Tipe yang positif / terpelajar
Kehadirannya sangat membantu suasana diskusi, beri kesempatan mengemukakan pendapat yang lebih banyak lagi.
b. Tipe suka bertengkar
Ia mewakili peserta yang ingin memonopoli sebuah diskusi. Hendaknya pemimpin diskusi tetap tenang, jangan terpancing, gunakan metode konperensi, usahakan dengan cara yang bijaksana agar keinginannya untuk memonopoli diskusi dapat diatasi.

c. Tipe sok tahu
Dari sikap dan kata-katanya akan tercermin sikap angkuhnya. Sebagai pemimpin diskusi harus hati-hati mengendalikan tipe peserta yang demikian. Berilah kesempatan kelompok lain untuk “memukulnya.”
d. Tipe sok bicara
Banyak sekali gagasannya (yang mungkin kurang argumentasinya), interuksilah secara bijaksana dan batasi waktu bicaranya.
e. Tipe pemalu
Beri pertanyaan - pertanyaan yang mudah, dan tingkatkan kepercayaan diri pribadinya. Kalau perlu berilah pujian.
f. Tope tidak suka kerja sama
Peserta ini ingin/suka menang sendiri. Pemimpin diskusi terpaksa menyinggung ambisinya, tetapi tetap hargai dan gunakan pengetahuan dan pengalamannya.
g. Tipe “tebal kulit” dan tak punya perhatian
Tanyakan tentang pekerjaannya, usahakan agar dia bisa memberi contoh-contoh pengalamannya. Berilah tugas pekerjaan yang disenanginya.
h. Tipe tekun dan suka bertanya
Selalu mencoba untuk menjebak pemimpin diskusi. Teruskan pertanyaan dari tipe seperti ini kepada kelompok, Usahakan agar kelompok yang akan menjawab pertanyaannya.


C. METODE DISKUSI
Dalam pelaksanaannya, metode dan teknik diskusi itu tidak selalu sama. Ada diskusi yang dilaksanakan dengan mengikuti “model” tertentu, namun ada pula “model” yang lain, yang memang berbeda sifatnya,. Tiap-tiap model itu disebut metode diskusi. Agar kita memperoleh gambaran yang memadai, maka di bawah ini ditampilkan beberapa macam metode diskusi.
1. Diskusi Meja Bundar
Jika jumlah peserta diskusi tidak terlalu banyak (5 – 15 orang), Diskusi meja bundar ini cepat dilakukan. Seorang ditinjuk sebagai ketua yang tugasnya memimpin jalannya diskusi.
2. Diskusi Berkelompok-kelompok
Bila peserta cukup banyak, atau masalah yang dibicarakan macam-macam, maka diskusi dapat dilaksanakan berkelompok-kelompok. Tiap kelompok kecil mempunyai ketua. Jika diinginkan, ketua kelompok kecil dapat melaporkan hasil diskusi kepada pleno, dan akhirnya terjadilah diskusi besar (diikuti oleh semua peserta). Dalam diskusi ini dipimpin oleh seorang ketua.
3. Diskusi Panel
Diskusi panel adalah suatu kelompok diskusi yang terdiri dari tiga sampai enam orang ahli yang ditunjuk untuk mengemukakan pandangannya dari berbagai segi mengenai suatu masalah. Seorang moderator memimpin jalannya diskusi . Pada bagian lain duduk kelompok besar sebagai pendengar.
4. Seminar
Kata seminar berasal dari kata latin “semin” yang berarti “biji atau benih” . Jadi, seminar berarti “tempat benih-benih kebijaksanaan disemikan.” Pelaksanaannya mirip dengan diskusi panel. Kekhususannya, seminar dipimpin oleh mahaguru atau orang ahli.
5. Konferensi
Konferensi sebagai suatu bentuk diskusi kadang-kadang mengacu pada diskusi pengambilan tindakan, karena berusaha membuat suatu keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan tersebut. Dalam bentuk diskusi ini waktu lebih banyak dipergunakan dalam tahap penentuan kemungkinan cara penyelesaian yang lebih baik, dan sering pemungutan suara diadakan untuk menentukan cara penyelesaian yang paling efektif yang telah dikemukakan selama diskusi berlangsung.
6. Workshop/Lokakarya/Pelatihan
Workshop atau lokakarya adalah pengkajian suatu masalah tertentu melalui suatu pertemuan dengan penyajian prasaran, tanggapan dan diskusi secara teknik mendalam, dan bila perlu juga diikuti dengan demonstrasi/peragaan mengenai salah satu yang dibahas. Pertemuan tersebut oleh para peserta ahli dari masalah yang bersangkutan untuk mendapatkan konsensus/keputusan bersama mengenai masalah tersebut. Masalah yang dibahas dalam lokakarya mempunyai ruang lingkup tertentu dan secara teknis mendalam, dengan demikian masalahnya perlu dikaji agar mendapatkan suatu pemecahan.
7. Rapat Kerja
Rapat kerja adalah suatu pertemuan wakil-wakil eselon dari suatu badan atau instansi untuk membahas suatu masalah, sesuai dengan tugas/fungsi dari badan/instansi yang bersangkutan untuk mendapatkan keputusan mengenai masalah yang sedang dihadapi.
8. Simposium
Pada dasarnya simposium merupakan variasi dari diskusi panel. Dalam simposium, tiap orabg ahli atau lebih diundang untuk menyampaikan pandangan-pandangan mereka yang berbeda-beda mengenai pokok pembicaraan tertentu. Sekarang ketua bertugas mengatur jalannya diskusi. Pendengar kemudian bertanya, dan para ahli menjawab.
9. Kolokium
Beberapa ahli diundang untuk memberi jawaban dari pertanyaan yang diajukan dari pendengar, mengenai topik yang tekah sitentukan. Bedanya dengan simposium, dalam kolokium ini para ahli tidak berpidato/tidak menyampaikan pandangan mereka. Para ahli ini hanya menjawab pertanyaan saja.
10. Debat
Debat adalah berbicara pada lawan untuk membela pendirian/pendapat atau menyerang pendirian/pendapat lawan itu sendiri. Debat ini bisa dilakukan satu lawan satu atau kelompok lawan kelompok. Seorang ketua dipimpin untuk memimpin jalannya debat.
11. Fishbowl
Jenis diskusi ini agak unik, Panitia menyediakan kursi-kursi yang diatur dalam formasi setengah lingkaran (seperti mangkok).
Di tengah duduk seorang ketua, sebelah kiri duduk duduk seorang ahli atau lebih, di kanan ketua masih tersedia tiga kursi lowong.
Setelah memberi pengantar, terutama mengenai topik dalam diskusi itu, ketua mempersilahkan pendengar untuk menduduki kursi kosong seperti (ikan masuk mangkok), dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Para ahli sebagai sumber jawaban. Kemudian ketua mempersilahkan pendengar yang lain untuk berpartisipasi ke depan. Demikian seterusnya hingga waktu yang dijadwalkan habis.


***